Setelah
berbatang-batang sampoerna mild dan samsoe, bercangkir-cangkir kopi
tirthoyudho buah tangan dari seorang teman kantor. Ada satu hal yang lambat
saya sadari. Saya memang tak bisa menulis. Tak pernah bisa. Belum pula terror
dari artikel-artikel daring yang saya temukan di media sosial. Semuanya terasa
begitu melelahkan. Semuanya begitu bergegas. Pagi, ketika berkendara bersama driver ojek online menuju kantor, saya
berencana untuk membaca esai-esai yang membedah puisi Joko Pinurbo dari sisi
ketubuhan. Apadaya, belum sampai ke meja kerja, saya iseng membuka linimasa
twitter lalu muncul kutipan dari salah satu antologi puisi terbarunya, ‘Buku
Latihan Tidur’. Rajin pangkal kaya //
Jatuh pangkal bangun, begitulah
kutipannya. Sial, kesadaran dan keresahan Jokpin akan bahasa sudah sedemikian mengerikan. Saya selalu tak habis pikir dengan dia bagaimana bisa menulis
puisi yang tenang sekaligus nakal sekaligus tengil tanpa harus menjadi naif
dengan mengejar-ngejar rima dan kaidah yang mengungkung puisi?! Dari sini saya
menyimpulkan, puisi telah begitu jauh meninggalkan saya. Di kala saya sibuk
dengan ingatan-ingatan dan kait-kelindan berbagai hal, orang-orang di luar diri
saya terus menulis puisi atau katakanlah puisi terus ditulis bagaimanapun itu. Memberi
kebahagiaan, memberi kekuatan, memberi harapan. Belum sempat saya mencerna
kejadian di atas, saya teringat untuk mencari Animal Farm terjemahan Mahbub Djunaidi, saya penasaran dengan hasil
terjemahannya atas saran dari teman-teman komunitas. Disela-sela jam kerja,
saya ketik “animal farm mahbub djunaidi” di mesin pencari. Ternyata, oleh
Mahbub Animal Farm diterjemahkan
menjadi Binatangisme. Langgas! Ada beberapa
toko daring yang masih punya stok terjemahan buku itu. Tapi saya malah penasaran
dengan sosok si penerjemah, yang adalah tokoh jurnalis sekaligus penulis yang
mengibaratkan dirinya sebagai tukang loak lewat kredo “saya menulis ikhwal apa saja yang lewat di depan mata”. Lantas tersesatlah
saya ke http://pojokmahbubdjunaidi.blogspot.co.id/,
blog yang didirikan oleh teman-teman mahasiswa UIN Ciputat. Isinya antara lain
kumpulan esai dan tulisan Mahbub yang pernah terbit di berbagai media. Saya terpekur,
antara takdzim dan melongo membaca isi dari blog tersebut. Dia menulis hal-hal
apa saja dengan presisi, bernas namun juga dengan humor yang seenak jidat. Sungguh
hari yang penuh dengan teror bahasa. Pada akhirnya dalam perasaan yang diliputi
kegamangan, sambil menyandarkan punggung di kursi kerja, saya lebih memutuskan
untuk memutar Obituari Air Mata milik
Sisirtanah dari pelantam jinjing buatan Tiongkok.
Kita tuan bagi masing-masing
Keinginan-keinginan…
Equity, 8
September 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar