: asma
nir, katakan padaku: selain tangis
adakah lagi yang bisa kutadahkan
di hadapan runcing waktu?
//nopember 2015
: asma
nir, katakan padaku: selain tangis
adakah lagi yang bisa kutadahkan
di hadapan runcing waktu?
//nopember 2015
![]() |
Abbey Road |
kau tak perlu memilah-milah diksi yang tepat untuk berbicara padaku. biarkan senyummu semisteri puncak Ciremai yang terekam dalam masing-masing dada kita...
"Dia akan pulang untuk
membuktikan mana yang
lebih kuat, langit atau matamu"
— Menenangkan Rindu, M. Aan Mansyur.
Aku bertemu dengan seseorang dalam tidurku. Padaku
ia membisikkan kalimat-kalimat kesepian. Sesungguhnya
aku dan layar-layar dan kertas-kertas kosong ini saling
membenci. Kami tak tahu siapa yang lebih dulu harus diisi.
Kata-kata, barangkali, mengutuk diri mereka sendiri
dengan tertidur di atas punggung kami. Sewaktu-waktu
mereka akan bangun dan menyiksa kami. Tulis, tulis, tulis!
Beberapa hal tanpa kami sadari mengisi ulang dirinya
sendiri, ingatan dan baterai telepon genggammu. Barangkali.
Lihatlah ada seseorang yang menangis di layar telepon
genggammu. Seluruh ingatannya dipreteli oleh seseorang,
kamu. Tentunya. Lihatlah sepasang kekasih itu, mereka
sibuk mencipakan kobaran api dari ciuman mereka. Sedangkan
kita sibuk mencari sesuatu untuk memadamkan—yang mereka
sebut ingatan—letupan-letupan yang menyerupai huruf-huruf kecil
dalam sajak ini.
Sementara aku masih membangun diriku sebagai cita-cita,
kau telah berlari sebagai karir. Aku hanya ingin menjadi
sesuatu yang sederhana untukmu. Jalan-jalan yang pernah
kita lewati bersama dengan tangan bergandengan. Meskipun
ingatan kita tak cukup kuat untuk mengingat nama-nama
mereka, jalan-jalan itu, tak pernah sama sekali membenci
kita.
Seseorang pernah berkata padaku, kunci untuk saling mengisi
hanyalah dengan saling mengingat—"andai sesederhana itu"
katamu. Dan kudapati diriku sendiri sebagai seorang
pembohong yang hebat. Karena apa? Karena aku mampu
mengingat dengan kuat. Maka kuputuskan 'tuk menuliskanmu,
suka-duka, ingatan yang saling melupakan dalam sajak ini.
Kebon Jeruk, 21 Juni 2015
![]() |
Silampukau dalam acara Monster of Folks di Mondo Cafe, Kemang. |
"ingin bahagia tapi masih berharap sama orang lain? mimpi!"
inginku hadiahkan
solat subuh berjamaah—
setiap hari
dengan telimpuh pasrah
dari doa-doa sepi
paling piatu.
inginku hadiahkan
setiap pagimu dengan kabarku:
"sudah gelisah hari ini?"
sudah! tapi tenang. menulis ialah
usahaku memelukmu dari jauh.
karena kata-kata selalu
tahu diri, mereka tak pernah
berjanji kalau sekiranya
tak bisa menepati—
ya. tak sepertiku.
"hei! kau masih berhutang padaku"
hutang apa?
"coba kau ingat-ingat sendirilah. manja!"
voila! aku ingat, sayang:
lupa menculik lalu berhutang beberapa jalan
pulang kepadamu*
sekarang: kabur yuk!
Kebon Jeruk 2015
*: salah satu judul puisi Pringadi Abdi Surya, 'Aku Berhutang Beberapa Jalan Pulang Kepadamu".
ketika saya berdoa,
Tuhan tak pernah bertanya:
"mazhab kamu apa?"
jadi, yang Tuhan itu
Dia atau anda?
bagaimana?
Kebon Jeruk 2015
; hhe
dagingku tinggal sekerat ini:
kau hariara—
hikayat kokoh nasib
dalam kenangku.
waktu melukis apa yang tak abadi;
mata, juga celah-celah kopong
ketiadaanmu.
"aku tak suka upacara maupun seremonial seperti itu!"
malam mengejan;
kuhitung waktu
detik berdetak majal
terkekeh masygul kerlingmu—
"hhe"
o, kukira, selaiaknya kuhadiahkan;
puncak-puncak gunung,
palung-palung samudera,
potret-potret tualang,
syair-syair indah—
"aku hanya ingin kabarmu setiap pagi. itu saja!"
"a luta continua! revolusi tak pernah terjadi di atas kasur. buruh sedunia, bersatulah!"
"bagaimana mau membela mereka dengan cara menelantarkan dirimu sendiri, bung!"
setidaknya aku tak berniat mati untuk dilupakan, jalang!
langit mengejawantahkan segala yang tak sanggup
ditanggung bumi: "sukar ditebak" katamu.
Kebon Jeruk 2015
Kenyamanan dan hidup serba cukup tahu betul cara meninabobokan produktivitas seseorang.
— Adimas Immanuel (@adimasnuel) April 12, 2015
pic.twitter.com/dmvnGetqbt
— soft grunge (@blankedthoughts) 23 Februari 2015